“Tangannya masih panas?”
“Iyaa jangan dipeganggg!”
“Tapi ini dingin.”
“Dalemnya panass.” Raina menarik tangannya dari genggaman Jeffrey, perempuan itu mengibas-ngibaskan tangannya di udara.
“Lagian bersihin rawit begitu, dipegang biji rawitnya. Ya panas toh jadinya. Malu itu sama Jeffrey.”
Ibu Raina baru keluar dari dapur, melirik sekilas kearah putri nya.
“Belum siap jadi istri nih Raina. Nanti tante ajarin lagi ya Jeff.”
“Hehehe.. Gapapa kok Tante, nanti juga terbiasa.”
Ibu Raina pamit keluar, katanya mau mengobrol dengan tetangganya.
“Terus gimana biar gak panas?” Jeffrey kembali menggenggam pergelangan tangan Raina.
“Nggak tauu, biasanya dibiarin sihh. Nanti juga hilang sendiri.”
“Kasiann, gara-gara mau masakin aku ya.”
Jeffrey mengecup telapak tangan Raina lembut, membuat Raina menarik tangannya namun ditahan oleh Jeffrey.
“Eh tapi enak gak udang nya?”
“Enakk bangett Kalanaa..”
“Ah peresss!”
“Tuhkan orang beneran enak dibilangnya peres.”
Jeffrey menyandarkan punggung di sofa ruang tamu Raina. Sedangkan Raina menekan remote tv secara asal.
“Naa..” Panggil Jeffrey, hanya dibalas gumaman oleh Raina. “Nengok duluu.”
“Apaa?” Raina menoleh kebelakangnya, Jeffrey sedang menatapnya sambil memainkan ujung rambut Raina.
“Aku beneran gapapa kalau kamu masih belajar masak, jangan kepikiran ya sama omongan mama kamu.”
Raina tertegun. Jeffrey terlalu mengenalnya. Padahal daritadi, Raina sudah berusaha terlihat biasa saja setelah mendengar perkataan mama nya. Walau sebenarnya dalam benak Raina, banyak hal yang dipikirkan. Kebiasaan Raina overthinking dengan kemungkinan-kemungkinan yang dibuatnya sendiri, lalu berakhir merasa kecil, insecure.
“Siapaa memang yang kepikirann?” Raina mengelak. Membuat Jeffrey mengacak rambutnya gemas, “Ngeles mulu kerjaannya, keliatan itu dijidatnya. Kalana Lagi Insecure.”